Sabtu, 10 Desember 2011

perternakan di era globalisasi

Sabtu, 10 Desember 2011 |

Peternakan di Era Globalisasi Perdagangan dan Otonomi Daerah
Oleh : Iwan Berri Prima | 19-Des-2008, 20:18:30 WIB

KabarIndonesia - Tahun 2008 tidak kurang dari satu bulan lagi akan segera bergeser. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, datangnya tahun baru diharapkan akan memberi harapan baru. Demikian pun pada sektor peternakan. Setelah berbagai masalah datang silih berganti pada tahun 2008, optimisme menyongsong tahun 2009 menjadi harapan baru bagi kebangkitan peternakan nasional.

Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-Asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per tahun merupakan negara yang mempunyai beraneka ragam kekayaan alam. Kekayaan alam tersebut bukan hanya terdapat pada sektor kekayaan alam migas seperti minyak bumi dan bahan tambang saja, namun juga kekayaan alam non-migas seperti tersedianya lahan pertanian yang cukup luas. Namun semua itu ternyata belum cukup untuk memberikan solusi atas permasalahan yang ada, permasalahan seperti kurang memadainya kebutuhan pangan, jika kekayaan tersebut tidak diberdayakan secara optimal dan dilandaskan oleh aturan dan kebijakan yang mendukung didalamnya.

Salah satu permasalahan yang paling crusial adalah pemenuhan kebutuhan pangan, terutama kebutuhan protein hewani. Pemenuhan kebutuhan pangan ini sangat erat hubungannya dengan sektor pertanian dalam arti yang luas, sehingga tidak heran jika pertanian menjadi bagian penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Salah satu sektor dari pertanian tersebut adalah sub sektor peternakan.


Tantangan Globalisasi Perdagangan dan Otonomi Daerah

Era globalisasi perdagangan yang merupakan pemberlakuannya perdagangan bebas antar negara menjadi tantangan baru dalam pembangunan peternakan, disamping sederetan persoalan peternakan yang melanda negara ini. Dalam globalisasi perdagangan, produksi peternakan dalam negeri harus mampu bersaing dengan produksi peternakan dari berbagai negara. Sehingga dapat dibayangkan betapa ketatnya persaingan antar produksi dalam mencari pangsa pasar (market segmention). Bahkan anekdot siapa yang kuat pasti dapat; seperti halnya hukum rimba, merupakan keniscayaan yang suka atau tidak suka akan dihadapi oleh pelaku industri peternakan bangsa ini.

Persaingan mendapatkan bahan baku produksi dan lahan peternakan juga merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pelaku peternakan dalam memajukan peternakan nasional di era globalisasi perdagangan. Belum lagi masalah penyakit ternak atau hewan menular lainnya. Perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS) menetapkan bahwa pembatasan terhadap lalu lintas ternak dan hasil ternak dari suatu negara pengekspor yang dianggap tertular penyakit hewan menular tertentu harus dimotivasi oleh perlindungan kesehatan konsumen dan pengamanan kekayaan sumberdaya peternakan dari negara pengimpor. Sedangkan kelembagaan otoritas veteriner yang bertanggung jawab terhadap berbagai persoalan hewan dan penyakit hewan dalam rangka melindungi masyarakat terhadap ancaman bahaya penyakit hewan, melayani dalam medis veteriner, mensejahterakan dan membahagiakan manusia (manusya mriga satwa sewaka) kedudukannya masih lemah dinegara ini (Naipospos 2005), sehingga jangan heran jika permasalahan penyakit hewan mengancam industri peternakan nasional, terlebih zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya, kasusnya semakin meningkat dan selalu berulang dari waktu kewaktu. Bahkan menurut Sofyan sudardjat Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perlindungan Tanaman dan Hewan, dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan penyakit hewan, pemerintah harus berhati-hati dan bijaksana. Contohnya adalah flu burung (Avian influenza), terlebih penyakit baru yang tidak ada di Indonesia seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Sapi Gila.

Selain itu, dalam era otonomi daerah yang digulirkan melalui Undang-Undang Pemerintah Daerah No.32 tahun 2004, peternakan merupakan salah satu sumber pendapatan ekonomi dan sumber daya daerah atau kekayaan daerah, sehingga belum ada kewajiban setiap daerah untuk mempunyai tatanan kelembagaan (dinas) peternakan. artinya, peternakan didaerah hanya ditempatkan kondisional atau jika diperlukan saja. Sehingga tidak mengherankan jika didaerah tertentu yang tidak memiliki potensi daerah untuk peternakan, tidak memiliki dinas peternakan.


Evaluasi dan Harapan


Meskipun demikian, peternakan tetap menjanjikan. Bahkan tidak berlebihan jika peternakan harus jadi unggulan. Hal ini sangat beralasan mengingat sektor peternakan merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peranan cukup besar dalam perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia. Hampir diseluruh daerah di Indonesia kita temukan peternakan, baik peternakan yang berskala kecil maupun peternakan yang berskala besar. Bahkan menurut menteri pertanian (Mentan) Anton Apriyantono sub sektor peternakan telah menjadi salah satu sumber pertumbuhan yang tinggi disektor pertanian. Sejak tahun 2003 sub sektor ini telah mampu bangkit dari terpaan krisis tahun 1998-1999. level produksi seluruh komoditas peternakan sudah melampaui level tertinggi periode sebelum krisis. Kemampuan peternakan untuk eksis dalam menghadapi badai krisis ekonomi ini dapat pula dilihat pada tahun 2000-2003, laju peningkatan produksi ayam broiler dan petelur berturut-turut mencapai 23,4 dan 10,27 persen pertahun, padahal saat krisis ekonomi pernah mengalami penurunan yang sangat tajam, yaitu masing-masing 28,23 dan 8,92 persen per tahun. Bahkan peternakan mampu membuka lapangan pekerjaan kepada 2,54 juta masyarakat Indonesia yang bekerja disektor ini, yang tersebar baik di pedesaan maupun di perkotaan. Sehingga sektor ini diharapkan dapat menekan angka kemiskinan yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia pada medio tahun 2006 saja mencapai 3,95 juta orang.

Selain peranannya pada sektor ekonomi, sektor peternakan juga merupakan sektor yang mampu menyediakan kebutuhan protein hewani, yang berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Produk-produk peternakan seperti misalnya Telur, susu dan daging mempunyai kandungan nutrisi sebagai sumber protein dengan komposisi asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh, terutama perkembangan otak manusia yang keberadaannya tidak dapat digantikan (Wasito 2005).


Reformasi Peternakan dan Harapan Tahun 2009

Sebagai kerangka hukum untuk melengkapi dan menutupi tantangan dan harapan dalam memajukan dan pembangunan peternakan, diperlukan suatu aturan dan tatanan kelembagaan peternakan. Undang-undang No.6 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) sudah tidak relevan dengan kondisi kekinian. Bahkan dalam memfokuskan kedudukan peternakan, perlu adanya revisi dan reposisi terhadap UU tersebut. Peternakan harus berdiri sendiri dari kesehatan hewan. Mengingat bidang kesehatan hewan tidak hanya membidangi masalah hewan ternak saja, akan tetapi termasuk didalamnya masalah kesehatan hewan air, satwa liar dan kesehatan hewan lainnya.

Selain itu, kita berharap, momentum Pemilihan Umum yang jatuh pada tahun 2009 mendatang, diharapkan mampu dijadikan sebagai langkah awal untuk memilih pemerintahan yang secara konsisten dan serius dalam mendukung peternakan nasional. Bahkan kedepan pemerintah perlu melakukan reformasi peternakan dengan menempatkan posisi peternakan tidak lagi menjadi sub sistem pertanian. Namun demikian, reformasi ini harus disadari dalam kerangka mendorong pembangunan ekonomi dan mensejahterakan kehidupan bangsa sesuai amanat UUD 1945. bukan karena ego golongan atau kelompok tertentu. Terlebih ego pribadi!


Iwan Berri Prima


- Wakil Direktur Bidang Advokasi WAMAPI (Wahana Masyarakat Agribisnis Peternakan Indonesia)

- Mantan Ketua Umum IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) Periode 2006-2008
- Koordinator Dewan Penasehat FMITFB (Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung) Wilayah Jawa Bagian Barat


Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar

 

Author

Pengikut

Cari Blog Ini

Total Tayangan Halaman

Copyright © peternakan | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog